Saya heran dengan sikap politik pemerintah Madani yang terlalu gegabah dan bernafsu mempromosikan agendanya.
Bagi saya, apapun yang perlu diangkat perlu dilakukan dengan hati-hati, cermat dan praktis.
Suatu agenda perlu melalui proses manajemen yang berlapis dan hati-hati, tidak berasal dari satu pimpinan atau pejabat. Antara manifesto dan agenda kerajaan, karakternya sangat berbeda.
Namun, tampaknya proses tersebut tidak sahih karena sikap politik saat ini didominasi oleh nafsu dan ego para politisi kerajaan.
Hari ini kita mendengar ‘Rahmah’ sebagai slogan yang terpampang di banyak hal, benda, dan aktivitas kerajaan.
Seingat saya daftar di bawah Payung Rahmah seperti Menu Rahmah, Baju Raya Rahmah, Bazar Ramadan Rahmah, Sumbangan Tunai Rahmah, Rahmah Tol, Rahmah Youth e-Cash dan kini Rahmah Semen.
Dan tentunya setelah ini, akan ada lebih banyak hal dan hal-hal yang akan diberkati. Dia tidak salah, tapi dia jelas tugas orang bodoh.
Modus operandi ‘Rahmah’ sama dengan 1Malaysia. Semua yang perlu dibuang di 1 Malaysia, mulai dari tong sampah, klinik, supermarket hingga ‘Salam 1 Malaysia’. Sekarang, semuanya hilang seperti kain lengket. Tidak masalah, jika itu takdir.
Namun berbeda dengan semboyan ‘Malaysia boleh’, hingga saat ini masih menjadi sapaan sakral oleh kita termasuk individu. Dia berbicara secara pribadi untuk mendorong anak-anak bernyanyi, misalnya.
Hari ini Pakatan Harapan juga menggunakannya dengan sedikit pengolahan baru menjadi ‘Kita Bisa’. Tidak salah ‘copy paste’, tapi narasinya harus jelas.
Saya membaca dan mencoba memahami narasinya. Jelas narasi ini tidak benar.
‘Rahmah’ telah dan sedang digambarkan sebagai ‘gagasan’ Anwar Ibrahim di bawah konsep Madani. Bagi saya narasi ini adalah kesalahan yang mencolok, malah turun ke tingkat penipuan intelektual yang ekstrim dan tidak tahu malu.
Saya ingin menjelaskan sedikit agar dia bisa membantu memperbaiki narasi ‘Rahmah’ ini. Mengapa? karena jika kita menyadari dari mana narasi ini berasal, dari mana dan untuk apa, maka kita akan dapat menghayati arti ‘rahmah’ yang sebenarnya.
‘Rahmah’ dimulai oleh Dr Mahathir Mohamad. Lebih tepatnya, gagasan baru ini dikemukakan Mahathir dalam pidato pembukaannya pada acara Tilawah & Menghafaz Al-Quran tingkat nasional di Kota Kinabalu pada 16 Februari 2020.
Dalam sambutannya, beliau menjelaskan apa itu Idea of Mercy. Saya mengutip sedikit pidato itu di sini.
“Sejalan dengan filosofi tersebut, pada 25 Oktober 2019, Pemerintah telah menyepakati bahwa gagasan Rahmah akan dijadikan dasar manajemen Islami Model Malaysia berdasarkan prinsip Maqasid Syariah dan Rahmatan Lil’ Alamin – yang bersifat universal, inklusif, transparan dan simpatik, sesuai dengan suasana, adat istiadat, dan budaya bangsa. Malaysia sendiri.”
“Kami yakin yayasan ini mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat dan negara dalam meningkatkan kesejahteraan sosial, kemakmuran dan integrasi kehidupan masyarakat dari berbagai ras dan agama, sejalan dengan Prospek Kemakmuran Bersama 2030 yang telah diluncurkan oleh pemerintah.”
Jelas ‘Rahmah’ sudah dimulai sejak Tun Lagi menjadi Perdana Menteri untuk kedua kalinya. Ini adalah ide baru yang terkait dengan rencana aksi untuk menjadikannya dasar negara. Dalam konteks ini, gagasan Rahmah terkait dengan ‘Pandangan Kesejahteraan Bersama 2030’ (WKB 2030).
Padahal, WKB2030 juga terkait dengan Rencana Anti Siklus Nasional 2019-2023 sebagai pemicu agenda pemerintah yang lebih besar dan terencana. Inilah narasinya. Jernih.
Kesimpulannya, narasi ‘Rahmah’ sebenarnya bukanlah asal muasal gagasan pemerintahan Madani, apalagi Anwar Ibrahim seperti yang diiklankan.
Oleh karena itu narasi ini perlu dikoreksi karena gagasan Rahmah tidak memerlukan ‘Rahmah Menu’, ‘Rahmah Semen’, ‘Rahmah Tol’ dan sebagainya.
Gagasan Rahmah dalam konteks implementasinya adalah pendekatan sistem manajemen yang lebih bermakna dan manusiawi.
Namun ketika ide Rahmah sampai ke ‘Madani’ menjadi seperti ide 1Malaysia sehingga Rahmah juga menggunakan stiker, poster, puisi dan banyak hal lainnya.
Saya berharap narasi Rahmah dikembalikan ke fungsi semula yaitu menjadikan pemerintahan kerajaan lebih bermakna, berintegritas dan manusiawi. Pemerintah Madani bisa mengoreksi narasi ini, jika mereka mau.
Mahdzir Ibrahim adalah wakil kepala informasi Gerakan Tanah Air.
* Artikel ini adalah pandangan pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan MalaysiaNow.